Selasa, 21 Oktober 2014

8 PENYEBAB PRIA TAKUT MENIKAH

1. Tidak Ada Lagi KebebasanSecara alamiah, pria lahir dengan sikap mandiri. Pria senang mengambil segala keputusan sendiri dan menjalani hidup sebagaimana yang mereka inginkan. Saat seorang wanita memasuki kehidupan mereka, pria sering merasa semua pilihan mereka ditentang mentah-mentah oleh sang wanita. Menghabiskan waktu bersama teman-teman pria, membeli TV layar besar, bermain saat malam minggu, sudah tak pernah ada lagi dalam daftar kegiatan mereka. Tak jarang pria sering merasa terjebak melakukan hal yang hanya diinginkan wanita seperti, menemani belanja atau makan malam romantis tiap akhir pekan. 2. Hilangnya "Guy Space"Setiap pria pasti membutuhkan waktu dan ruang untuk dirinya sendiri untuk pergi ke bengkel atau menonton acara otomotif sendirian. Dan pria merasa wanita sering memasuki "wilayah pria" dan mengubahnya sesuai keinginan si wanita. Mengubah garasi menjadi tempat penyimpanan sepatu atau menghias kamar tidur dengan pajangan berwarna pink. 3. Memiliki Trauma Bagi pria yang memiliki masa lalu yang buruk dengan mantan kekasih atau memiliki orang tua yang bercerai, keputusan untuk berkomitmen tentu bukanlah hal yang mudah. Rasa sakit yang tidak terselesaikan dari masa lalunya bisa membuat ia menjauhi pernikahan. Pada intinya, pria dengan pengalaman buruk merasa takut jika ia mendapati kenyataan bahwa wanita yang dinikahi ternyata adalah orang yang salah.  4. Beban EmosionalWanita seringkali menganggap pernikahan bagaikan cerita "Cinderella" yang selalu berakhir dengan bahagia selamanya. Hal inilah yang terkadang membuat pria terbebani, karena merasa harus menjaga kehidupan pernikahan ini berjalan dengan sempurna. Pria juga mengganggap wanita tidak siap menghadapi kenyataan jika pernikahan tidak berjalan seperti apa yang dipikirkannya. 5. Kurangnya Kompromi Adanya komitmen, berarti Anda harus memiliki kemampuan untuk berkompromi. Idealnya sebuah pernikahan harus dilakukan oleh kedua pihak, seperti komunikasi dua arah, saling berbagi dan berkompromi saat mengambil keputusan. Sayangnya, pria berasumsi bahwa kompromi dalam kacamata wanita adalah "lakukan dengan cara saya atau kamu tidak akan mendapatkan seks malam ini". 6. Belum Siap Terkadang ketakutan pria akan komitmen hanya karena ia benar-benar belum memiliki kesiapan. Tidak jauh berbeda dengan wanita, pria juga "gerah" dengan tekanan menikah yang datang dari keluarga atau teman. Mereka hanya ingin menemukan pasangan hidup yang terbaik dan sambil menunggu pria akan berkonsentrasi dengan karirnya, menabung untuk membeli rumah dan melakukan banyak kegiatan. 7. Tidak Bisa Mempercayai Wanita Ada beberapa pria yang tidak bisa mempercayai wanita. Menurut mereka wanita selalu mencari sesuatu yang serba lebih --pria yang lebih kaya, lebih tampan dan lebih berpengalaman. Pria paham bahwa komitmen artinya menetapkan hati pada satu orang saja. Tetapi mereka khawatir jika wanita meninggalkan mereka demi pria lainnya. 8. Wanita Memaksanya Untuk BerkomitmenPria melihat bahwa pernikahan merupakan garis finish di mata wanita. Apapun akan dilakukan oleh wanita demi mendapatkan komitmen dan menikah, termasuk memberikan tekanan. Itulah yang terkadang membuat pria takut dan malah lari. Cobalah untuk mengintropeksi diri, apakah Anda termasuk wanita yang memaksakan kehendak? Sebuah komitmen yang dipaksakan tidak akan berakhir bahagia. 

Rabu, 01 Oktober 2014

Belajar dari anak kecil



Lahir, tumbuh, menjadi dewasa, tua, lalu mati adalah fase kehidupan yang gak mungkin kita hindari. Setiap anak akan tumbuh dewasa; itu adalah hal yang pasti.

Lucu juga kalo kita mengingat-ingat bahwa sewaktu kecil kita gak sabar untuk tumbuh dewasa seperti orang tua kita. Kita menganggap mereka hebat karena bisa melakukan banyak hal. Jadi orang dewasa itu keren, pikir kita dengan polosnya saat itu. Tapi, begitu kita menginjak usia dewasa, kita jadi sungguh-sungguh merindukan masa kanak-kanak kita.

Banyak hal yang kita dapat, tapi juga banyak hal yang hilang dari kita setelah dewasa. Inilah hal-hal yang membuat kita iri sekaligus merasa perlu belajar dari anak-anak:

  • Punya mimpi yang tanpa batas

Anak-anak melihat dunia sebagai sesuatu yang gak terbatas, di mana mereka bisa menjadi apapun yang mereka mau. Kamu masih ingat gak apa cita-citamu waktu kecil: pilot, dokter, astronot, presiden? Sementara, kita yang udah berhadapan dengan realita menjadi takut buat bermimpi. Padahal, tanpa impian, kita justru gak akan jadi siapa-siapa.
Anak-anak mengingatkan kita untuk berani bermimpi hebat tanpa rasa takut akan kegagalan, bahwa kita mampu menjadi apapun yang kita inginkan

  • Gak Khawatir sama hari esok

Anak-anak hidup dan menikmati apa yang mereka lakukan hari ini. Mereka gak akan terlalu ambil pusing terhadap apa yang akan mereka hadapi besok.
Orang dewasa seringkali terlalu sibuk memikirkan hari esok bakal seperti apa, sampai-sampai mereka lupa dengan yang ada di hadapan mereka sekarang. Jadi, kenapa mesti kuatir sama hari esok? Toh kamu hidup di saat ini. Berhentilah cemas sama hari esok dan fokus dengan apa yang kamu hadapi saat ini.

  •  Selalu ingin tahu

Anak-anak punya rasa ingin tahu yang besar. Mereka suka mempelajari hal baru dan selalu ingin memahami sesuatu lebih jauh. “Kenapa” adalah kata tanya yang wajib saat mereka mendapatkan pengalaman baru.
Sementara, kita seringkali malas buat menggali pemahaman yang lebih dalam tentang suatu hal, bahkan hal-hal yang kita tahu memang penting. Kita lebih suka bersikap seolah-olah udah mengerti walau ternyata belum paham. Anak-anak kembali memberi contoh bagi kita untuk bertanya lebih jauh dan memahami lebih dalam.

  •  Berkawan tanpa membeda-bedakan

Anak-anak berteman dengan tulus tanpa mempedulikan ras, suku, etnis, agama, atau status sosial. Bagi kita, semua itu adalah hal mewah yang mungkin udah hilang dari diri kita. Tanpa sadar, kita udah menjejali pikiran kita dengan ideologi yang membuat kita berprasangka terhadap golongan lain, sehingga kita jadi sulit buat berkawan dengan tulus.
  • Anak-anak mudah memaafkan
Sama seperti orang dewasa, anak-anak juga bisa merasa sedih, marah, atau kecewa terhadap orang lain. Tapi, emosi itu gak berlangsung lama, besoknya mereka udah baikan lagi. Lewat mereka, kita bisa belajar memaafkan secara tulus dan melupakan dendam terhadap orang yang udah berbuat salah terhadap mereka.
  • Lebih jujur terhadap perasaan mereka
Kamu pasti setuju kalo anak-anak lebih jujur terhadap perasaan mereka. Mereka akan menangis kalo sedih, tertawa kalo sedang senang. Mereka gak merasa perlu untuk menutup-nutupi perasaan mereka dari orang lain. Mereka mengutarakan isi hatinya apa adanya.
Gimana dengan orang-orang dewasa? Kita seringkali menutup-nutupi perasaan kita sendiri, ‘kan?
  • Percaya sama diri sendiri
Salah satu hal yang bisa kita pelajari dari anak-anak adalah mereka percaya dengan diri mereka sendiri. Anak-anak gak ambil pusing dengan tampang mereka dan apa yang mereka kenakan atau miliki. Begitu juga seharusnya kita, berhenti minder karena kekurangan kita dan mulailah menonjolkan kelebihan-kelebihan kita.
  •  Menggunakan lebih banyak imajinasi
Masih ingat saat di mana kamu loncat dari sofa ke sofa untuk menghindari lantai yang berubah menjadi lava? Anak-anak bermain dengan imajinasi mereka, membuat semuanya jadi terasa seru dan menyenangkan. Mereka bisa sangat kreatif: membuat pedang dari gulungan kertas, atau sepeda motor Moto GP dari tumpukan guling.
Ketika berhadapan dengan realitas, kita jadi lupa dengan semua itu. Kita lupa menggunakan imajinasi kita untuk bersenang-senang, dan jarang menggunakan kreativitas kita untuk membuat suatu hal yang baru.
  •  Menyayangi dan memberi dengan tulus
Dalam hal menyayangi dan memberi, gak ada yang lebih tulus dari anak-anak. Mereka gak mengenal konsep pamrih. Berbeda dengan kita orang-orang dewasa, yang seringkali pemberiannya diselubungi kalkulasi untung rugi dan motif tertentu.
  • Gak mengenal rasa takut
Hal paling penting yang bisa kita pelajari dari anak-anak adalah mereka gak mengenal rasa takut. Yang dimaksud di sini tentu bukan berarti gak takut jatuh dari tebing atau kena air panas ya, melainkan rasa takut yang sebenarnya hanyalah bentuk dari kecemasan kita: seperti rasa takut dijauhi, dikucilkan, dibenci, takut akan masa depan, dan sebagainya.
Kita bisa belajar dari mereka bahwa rasa takut itu hanyalah ilusi yang membelenggu kita dari usaha untuk maju dan berkembang, serta untuk menjadi diri sendiri.

Anak-anak melihat dunia dengan perspektif yang berbeda. Perspektif itulah yang udah dilupakan orang dewasa, padahal hal itu bisa memberi kita banyak pelajaran hidup yang berharga. Yuk, belajar dari anak-anak..